Teori
Kognitif Sosial (Social
Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial
(Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an
dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura (Bandura, 1962)
juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang
belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura
telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan
behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini
sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media
di level individu.
Konsep-konsep Utama dari Teori Kognitif Sosial
Sudah
jelas bahwa konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentang obvervational
learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang
"model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman
atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik
seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari
individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang
perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling
atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction of
behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis(Baran &
Davis, 2000: 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya
bagaimana cara mengikat sepatu dengan memeragakannya berulang kali sehingga si
anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses ini disebut proses modeling.
Sebagai tambahan bagi proses peniruan interpersonal, proses modelingdapat
juga terlihat pada narasumber yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa
meniru bagaimana cara memasak kue bika dalam sebuah acara kuliner di televisi.
Meski demikian tidak semua narasumber dapat memengaruhi khalayak, meski contoh
yang ditampilkan lebih mudah dari bagaimana cara membuat kue bika. Di dalam
kasus ini, teori kognitif sosial kembali ke konsep dasar "rewards and
punishments" -- imbalan dan hukuman-- tetapi menempatkannya dalam
konteks belajar sosial.
Baranowski,
Perry, dan Parcel
(1997) menyatakan bahwa "reinforcement is the primary construct
in the operant form of learning" (p.161)-- proses penguatan merupakan
bentuk utama dari cara belajar seseorang. Proses penguatan juga merupakan
konsep sentral dari proses belajar sosial. Di dalam teori kognitif sosial,
penguatan bekerja melalui proses efek menghalangi (inhibitory effects)
dan efek membiarkan (disinhibitory effects). Inhibitory
Effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi hukuman
karena perilaku tertentu, misalnya penangkapan dan vonis hukuman terhadap
seorang artis penyanyi terkenal karena terlibat dalam pembuatan video porno.
Dengan mengamati apa yang dialami model tadi, akan mengurangi kemungkinan orang
tersebut mengikuti apa yang dilakukan sang artis penyanyi terkenal itu.
Sebaliknya, Disinhibitory effects terjadi ketika seseorang melihat seorang
model yang diberi penghargaan atau imbalan untuk suatu perilaku tertentu.
Misalnya disebuah tayangan kontes adu bakat di sebuah televisi ditampilkan
sekelompok pengamen jalanan yang bisa memenangi hadiah ratusan juta rupiah,
serta ditawari menjadi model iklan dan bermain dalam sinetron karena mengkuti
lomba tersebut. Menurut teori ini, orang juga akan mencoba mengikuti jejak sang
pengamen jalanan.
Efek-efek
yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang
sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi
dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).
Menurut Bandura (1986), vicarious reinforcement terjadi
karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations )
dan harapan hasil (outcome expectancies ). Outcome
expectations menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi
penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika
kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Seperti dikatakan oleh Baranowski
dkk (1997), "People develop expectations about a situation
and expectations for outcomes of their behavior before they actually encounter
the situation" (p. 162) -- orang akan mengembangkan pengharapannya
tentang suatu situasi dan pengharapannya untuk mendapatkan suatu hasil dari
perilakunya sebelum ia benar-benar mengalamai situasi tersebut. Selanjutnya,
seseorang mengikat nilai dari pengharapan tersebut dalam bentuk outcome
expectancies -- harapan akan hasil. Harapan-harapan ini memeprtimbangkan
sejauh mana penguatan tertentu yang diamati itu dipandang sebagai sebuah
imabalan/penghargaan atau hukuman. Misalnya, orang memang menganggap bahwa
perilaku artis penyanyi yang membintangi video porno memang pantas dihukum,
tetapi teori kognitif sosial juga mempertimbangkan kemungkinan perilaku yang
sama yang dilakukan orang lain dalam video porno tersebut mendapatkan imbalan
misalnya berupa simpati atau bahkan tak diajukan ke pengadilan karena dianggap
sebagai korban, meski pada saat melakukan adegan video porno tersebut ia dan si
arti penyanyi yang dihukum itu sama-sama melakukannya dengan sadar. Hal ini
akan memengaruhi sejauh mana proses belajar sosial akan terjadi.
Konsep-konsep
yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dari pembelajaran dalam teori
kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa konsep lain yang
dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi sejauh mana belajar sosial
berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah konsep
identifikasi (indentification) dengan model di dalam media.
Secara khusus teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan
hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan
lebih terjadi. Menurut White (1972: 252) identifikasi muncul
mulai dari ingin menjadi hingga berusaha menjadi seperti sang model dengan
beberapa kualitas yang lebih besar. Misalnya seorang anak yang mengidolakan
seorang atlit sepakbola, mungkin akan meniru atlit tersebut dengan cara
menggunakan kostum yang sama dengan atlit tersebut atau mengonsumsi makanan
yang dikonsumsi atlit tersebut.
Teori
kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang
"pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan
yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku trsebut. Kepercayaan ini disebut
dengan self-efficacy atau efikasi diri(Bandura, 1977a)dan
hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku.
Misalnya dalam kasus tayangan tentang cara pembuatan kue bika di televisi yang
telah disebutkan di atas. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa tak semua
orang akan belajar membuat kue bika, khususnya bagi mereka yang terbiasa
membeli kue bika siap saji dan mempunyai keyakinan bahwa membuat kue bika
sendiri merupakan hal yang sia-sia dan tak perlu karena membelinya pun tidak
mahal harganya. Dalam hal ini orang tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat
efikasi diri yang cukup untuk belajar memasak kue bika dari televisi.
Teori Kognitif Sosial dan Media Komunikasi
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asumsi dari teori kognitif sosial
adalah bahwa proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model
yang menampilkan suatu perilaku dan mendapatkan imbalan atau hukuman karena
perilaku tersebut. Melalui pengamatan ini, orang tersebut akan mengembangkan
harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi jika ia melakukan perilaku yang
sama dengan sang model. Harapan-harapan ini akan memengaruhi proses belajar
perilaku dan jenis perilaku berikutnya yang akan muncul. Namun, proses belajar
ini akan dipandu oleh sejauhmana orang tersebut mengidentifikasi dirinya dengan
sang model dan sejauh mana ia merasakan efikasi diri tentang perilaku-perilaku
yang dicontohkan sang model.
Melalui
dasar pemikiran ini, aplikasi dari teori kognitif sosial dengan penelitian di
media massa perlu diperjelas. Di dalam masyarakat masa kini, banyak model yang
kita pelajari adalah model yang kita lihat, dengar, atau baca di media massa.
Model-model ini bisa jadi merupakan orang-orang yang kita amati dalam siaran
berita atau program dokumenter. Mereka juga bisa saja karakter-karakter yang
kita lihat dalam program-program drama/sinetron/film layar lebar atau televisi
atau juga karakter dalam buku novel. Bisa juga mereka adalah para penyanyi atau
penari yang kita dengar dan lihat melalui radio atau CD dan VCD musik. Singkat
kata, begitu banyaknya model yang ditampilkan media akan dapat mengubah
perilaku baik anak-anak maupun orang dewasa karena mereka mengamati media.
Dampak
terbesar dari teori kognitif sosial adalah dalam penelitian tentang kekerasan
dalam media (media violence). Gunter (1994) melakukan tinjauan
atas riset tentang dampak dari kekerasan yang ditampilkan di media pada
anak-anak dan orang dewasa, dan ia menyimpulkan bahwa terdapat bukti-bukti
campuran yang kuat yang menghubungkan efek dari penggambaran kekerasan melalui
media pada perilaku, sikap dan kognisi dari penonton. Teori kognisi sosial,
yang amat menekankan efek pada perilaku, mengatakan bahwa penggamabaran
kekerasan itu memicu baik peningkatan maupun penurunan dalam perilaku
kekerasan, tergantung pada perilaku yang mendapatkan imabalan maupun hukuman,
dan juga tergantung pada sejauh mana penonton mengidentifikasi diri mereka pada
model kekerasan dalam media. Tentu saja, riset awal Bandura (1962)
dan Berkowitz (1964) mendukung hubungan mendasar antara menonton
perilaku kekerasan dan pemodelan perilaku dalam interaksi. Bagaimanapun, riset
terakhir telah menambahkan kompleksitas untuk persamaan ini, dengan alasan
bahwa isu-isu seperti kecenderungan perilaku agresif yang sudah ada, proses
kognitif media, realita yang digambarkan mediam dan bahkan diet bisa
memengaruhi sejauh mana seseorang "belajar" tentang kekerasan dari
media. (Miller,2005: 254)
Aplikasi
dari teori kognitif sosial pada studi tentang kekerasan melalui televisi
mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tak diinginkan
pada khalayak pemirsanya. Bagaimanapun, para sarjana komunikasi dan peneliti
riset aksi (action research)juga mempertimbangkan aplikasi yang lebih
berguna dari teori kognitif sosial ini. Makin banyak saja para sarjana
komunikasi yang menggunakan konsep hiburan dan pendidikandalam
mempertimbangkan bagaimana pesan-pesan program hiburan bisa digunakan untuk
menimbulkan perubahan perilaku dan sosial. Misalnya penelitian tentang
bagaimana telenovela yang disiarkan di banyak negara selain dapat menghibur
juga dapat menyampaikan isu tentang keluarga berencana, persamaan hak pria dan
wanita, dan reformasi pertanian. Banyak juga opera sabun Amerika yang memang
dibuat dalam kerangka kognitif sosial yaitu dengan menggunakan
karakter-karakter yang menarik yang mendapatkan penghargaan atau hukuman
sebagai pemodelan dari perilaku secara nyata.
Teori
Kognitif Sosial juga digunakan dalam aplikasi komunikasi kesehatan masyarakat. Misalnya
untuk kampanye tentang Demam Berdarah, atau Flu Burung digunakan artis terkenal
atau tokoh yang menarik yang karena mengikuti anjuran pemerintah untuk
pencegahan, bisa terhindar dari penyakit tersebut. Pemakaian artis terkenal
atau tokoh yang menarik akan memicu orang untuk lebih waspada terhadap kedua
penyakit tersebut.
Ringkasan
Teori
Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana perilaku bisa
dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh media massa.
Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang imbalan dan
hukuman yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari khalayak pada
model tersebut, dan melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang
perilaku yang dicontohkan di media. Meski berdasarkan bidang studi psikologi
sosial, teori ini memeiliki efek yang kuat untuk pemahaman tentang efek kekerasan
melalui media baik untuk anak-anak maupun orang dewasa dan juga pada
perencanaan kampanye yang ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat melalui
media.
Referensi
- Bandura, A.1962. Social learning through imitation. Dalam M.R. Jones (Ed), Nebraska symposium on motivation.Vol 10. Lincoln: University of Nebraska Press
- Bandura, A. 1977a. Self-Efficacy: Toward a unifying theory of behavior change. Psychological Review, 84, hal. 191-215
- Bandura, A. 1977b. Social Learning Theory. New Jersey: Prentise Hall
- Baran, S.J & D.K. Davis. 2000. Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future. 2nd edition. Belmon, CA: Wadsworth
- Baranowsku, T, C.L. Perry & G.S. Parecel. 1997. How Individuals, environments, and health behavior interact: Social Cognitive Theory. Dalam K. Glanz, F.M. Lewis, & BK Rimer, Health Behavior abd Health Education: Theory, Research, and Practice. 2nd edition. San Francisco: Jossey-Bass
- Miller. Katherine.2005. Communication Theories: Perspective, Processes, and Contexts. 2nd Edition. International Edition. Singapore: McGraw-Hill